Tanpa disadari pelan-pelan tapi pasti banyak pekerja IT (Teknologi Informasi)  dari Indonesia bekerja ke Luar Negeri, dan hampir 70% menjadi pekerja IT di negara tetangga Indonesia di Asia. Sisanya di benua lain seperti Eropa, Amerika, Afrika, bahkan Timur Tengah. Trend pekerja IT di Jakarta sekarang yaitu menerima pinangan perusahaan menengah dan atas di luar negeri.  Di Indonesia nilai gaji seorang pekerja IT lebih tinggi di Jakarta dibanding di kota-kota besar lain di Indonesia, jadi jarang pekerja IT mencari pekerjaan IT di kota-kota lain di Jakarta. Kalau sudah mentok di Jakarta ya keluar negeri.

Ada 2 faktor yang menentukan bagaimana nilai gaji seorang pekerja IT yaitu :
– Tenaga Kerja
– Perusahaan

Tenaga Kerja
Saya melihat pekerja IT di Jakarta cepat puas dengan kemampuan(skill) yang sudah didapat saat kuliah baik D3 atau S1. Padahal hanya sekian persen skill saat kuliah dipakai jika benar-benar terjun di dunia IT tempat bekerja. 

Ada juga tenaga kerja yang ketakutan jika pindah kerja ke tempat lain, takut tidak mampu akan tugas di tempat baru, takut skill nya pas-pas an, takut beradaptasi kembali, dan macam-macam, padahal menurut saya semakin baik jika seorang pekerja IT memiliki pengalaman dengan berpindah-pindah perusahaan. 

Katanya tidak loyal jika pindah-pindah? Skill tenaga kerja bukan masalah loyal atau tidak loyal ke perusahaan kalau mau bertahan dengan nilai skill yang itu-itu saja ya silahkan bertahan, bisa bertahan jika ada peluang naik jabatan tidak masalah, dan perusahaan itu kan hanya wadah tempat saja, tetapi yang menentukan kita untuk maju dan berkembang kan bukan perusahaan, tapi diri kita sendiri. 

Masalah skill menjadi perhatian khusus juga ada yang cepat puas, seorang pekerja IT hanya bisa bertahan terhadap kemampuan yang dimilikinya saja, tanpa memikirkan tahun kedua saya harus bisa Linux, tahun ketiga saya harus mahir Solaris, Cisco atau pemrograman Java. 

Menurut saya tahun ketiga setelah tamat kuliah seorang pekerja IT sudah memasuki masa kritis skill, dimana dia harus sudah memikirkan peningkatan skill IT yang lain. Jadi seorang pekerja IT bisa memiliki bargaining kuat jika memiliki banyak skill atau advanced/expert skill. Kalau orang luar  bisa masak sih orang kita tidak bisa, kecuali kalau keras kepala atau malas lain soal. 


Banyak pekerja IT kita too much speak without do it. Kebanyakan membual tapi kualitasnya nol besar. Mau masuk ke level pekerjaan Manager tapi skill sebatas pohon toge, kasihan nanti bawahannya disuruh survive sendiri.

Dunia IT tidak bisa dibuktikan hanya omongan saja bisa ini itu, tapi dibuktikan anda secara praktek bisa tidak. Usia sudah tua? ini juga banyak dijadikan bahan ngeles tenaga IT di Indonesia untuk bilang gak mungkin mengembangkan skill teknis lagi karena sudah banyak pikiran anak keluarga dan sebagainya. 

Usia bukan jadi soal kalau mau maju dan berkembang, saya sering lihat di Linkedin seorang system engineer atau programmer java di luar negeri sudah bapak-bapak atau sudah ubanan, mereka bertahan karena otaknya sdah dibiasakan belajar hal teknis terus, mereka mempunyai nafsu akan pekerjaan tersebut. 

Jadi kalau dibiasakan pasti biasa, tapi kalau mau tidak berkembang yah pasti tidak maju. Jangan berharap karena usia ingin segera mencari pekerjaan Managerial, Kepala atau sebagainya, bisa-bisa anda tidak survice dan akhirnya resign. Walau ada yang bisa mencapai jabatan struktural tersebut tanpa memiliki skill contohnya ada hubungan saudara atau KKN lah. 

Kondisi tersebut banyak membuat pekerja IT kita jago kandang saja, tidak bisa keluar negeri bersaing dengan pekerja IT negara lain seperti India yang banyak pekerja IT nya melanglang buana ke negara-negara lain. Makanya bagi pekerja IT yang sudah memasuki tahun ketiga pasca tamat kuliah segera berbenah diri bangkit bekali otak anda dengan bermacam-macam skill IT, perbanyak training kursus praktek sendiri agar bisa tembus keluar negeri. Atau anda lebih advanced pendalaman skill terhadap spesifikasi skill anda.  

Intinya kembangkan diri lebih baik dan jangan terlena akan skill yang anda miliki saat ini. Perusahaan sebesar Google tidak pernah minta ijazah atau sertifikat didepan saat interview, mereka malah langsung test skill nya calon karyawan. 

Perusahaan
Perusahaan atau tempat tenaga kerja bekerja merupakan salah satu faktor yang menentukan gaji seorang pekerja IT. Hanya perusahaan asing di Jakarta yang menggaji tenaga kerja IT sesuai standart internasional. Perusahaan lokal banyak suka-suka sendiri menentukan gaji IT nya. Tidak dipungkirin lagi jika pekerja IT di perusahaan non IT sangat rendah menggaji seorang pekerja IT, walau sudah bertahun-tahun mengabdi tetap saja digaji pas-pas an atau naiknya tiap tahun sedikit, alasannya karena IT department itu tidak menghasilkan uang atau hanya menngeluarkan uang saja. 

Kalau Anda menemukan kondisi perusahaan seperti ini segera resign cari perusahaan lain yang lebih menghargai skill anda. Kecuali skill anda pas-pasan dan anda tidak mampu lagi belajar meningkatkan skill ya silahkan bertahan sampai perusahaan tutup.

Perusahaan lokal di Jakarta sangat jarang memperhatikan tenaga kerja IT, kebanyakan tenaga kerja IT dijadikan �kuli� saja. Jangan mau dijadikan kuli, tenaga kerja IT adalah tenaga kerja skill, bukan kuli disuruh angkat-angkat komputer, pasang printer, refill tinta printer sendiri, segera keluar dari perusahaan yang mempekerjakan skill anda dengan hal-hal  �kuli�  tersebut.

Yang parah adalah sistem rekrutment tenaga kerja IT di Indonesia, Interview yang tidak perlu dan basa basi menjadi langganan, contohnya interview pertanyaan yang bisa dikibulin sama tenaga kerjanya, contoh : �Anda bisa Windows?�, �Anda bisa Cisco?�. Walah gimana HRD/user mau tau skill teknisnya kalau hanya ditanya begitu. Siapa sih tenaga kerja yang diinterview menjawab �Saya tidak tau Windows�.  Belum lagi test aneh lainya yaitu Psikotest yang basa-basi bangat, seharian disuruh ikut test psikotest ngisi kertas koran, gambar pohon, atau isi lembaran yang macam-macam berisi aneh-aneh yang bagi saya secara pekerja IT tidak ada gunanya. 

Wasting time lah�.lebih baik ditest hal-hal technical langsung ke tenaga kerja untuk melihat nih orang sekedar ngomong doang atau tidak, lebih efektif kok daripada disuruh psikotest atau ditanyaain macam-macam. Psikologi seorang pekerja IT bisa dikembangkan kok didalam melalui program-program pengembangan diri dari  HRD Department, keagamaan, dsb.

Pengalaman saya ditest beberapa perusahaan luar negeri yang lewat agency atau direct hire kebanyakan awalnya minta CV terbaru, janjian interview dengan user, di test (tertulis dan praktek) langsung sesuai pekerjaan yang ditawarkan dan terakhir di interview HRD nya, tak pernah ditanya umur anda berapa?, S1 nya lulusan universitas terkenal tidak?, Bisa ini atau itu tidak?

Memang sudah seharusnya ada Department Gaji dibawah Menteri untuk mengurusin masalah standart gaji di Indonesia, agar bisa sinergi dengan perusahaan negeri dan swasta di Indonesia, bahkan luar negeri.

Yang pasti dari pengalaman teman-teman saya dan saya sendiri, pekerja IT dari Indonesia yang bisa bekerja di luar negeri sangat baik salarynya. Sekarang kembali ke diri kita masing-masing, mau cari rupiah di dalam negeri atau cari dollar keluar negeri? Yang pasti tenaga kerja kita di luar negeri adalah pahlawan devisa bagi bangsa, baik dia pemegang passport 48 atau passport 24.

Sumber: henry.gultom.or.id

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *